Taman Sari Yogyakarta, Tempat Pemandian Keluarga Kerajaan

Taman Sari berarti taman yang indah. Taman ini hanya berjarak sepuluh menit berjalan kaki dari istana Sultan ke arah baratdaya. Taman ini dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I pada tahun 1757. Beliau menciptakan gaya arsitektur baru yang merupakan campuran gaya Jawa dan Portugis. Pada mulanya Taman Sari adalah taman air yang indah dan menawan.

Daerah di sebelah timur taman sampai ke perempatan kota disebut Suryoputran. Segaran dalam bahasa Jawa berarti laut buatan. Setiap kali Sultan mengunjungi taman tersebut, beliau akan mendayung perahu pribadinya melewati jembatan gantung yang disebut ‘Kreteg Gantung’ yang terletak di depan gerbang Kraton, ke arah selatan atau utara Kemandungan. Bagian lain dari bangunan yang dulu terhubung dengan jembatan gantung masih dapat dilihat. Selain transportasi air, terdapat juga jalan bawah tanah atau terowongan dari Kraton Yogyakarta yang menuju salah satu bangunan di taman yang disebut Pasarean Ledok Sari.

Kraton Yogyakarta didirikan oleh pangeran Mangkubumi pada abad XVII atau tepatnya pada tahun 1755. Keraton Yogyakarta merupakan pusat Pemerintahan Kasultanan Yogyakarta yang beribu kota di Yogyakarta. Sebagai ibukota, Yogyakarta merupakan kota yang direncanakan keberadaannya. Tatanan kota dibuat sedemikian rupa sehingga ada pengelompokan profesi, fasilitas penunjang sebagai ibukota kerajaan, maupun aspek strategis penataanya. Salah satu fasilitas yang ada dikota ini adalah Tamansari atau sering juga disebut Water Castle. Tamansari adalah Taman kerajaan atau pesanggrahan Sultan Yogya dan keluarganya. Sebenarnya selain Tamansari Kasultanan Yogyakarta memiliki beberapa Pesanggrahan seperti Pesanggrahan Warung boto, Pesanggrahan Manukberi, Pesanggrahan Ambarbinangun maupun
Pesanggrahab Ambarukmo. Kesemuanya berfungsi sebagai tepat Tetirah dan bersemedi Sultan beserta keluarganya. Disamping komponen-komponen yang menunjukan sebagai tempat peristirahatan, Pesanggrahan-pesanggrahan tersebut selalu mimiliki komponen pertahanan. Beggitu juga halnya dengan Tamansari letak nya hanya sekita 0,5 km sebelah selatan Keraton Yogyakarta. Arsitek bangunan ini adlah bangsa Portugis, segingga selintas seolah-olah banguinan ini memiliki seni arsitektur Eropa yang sangat kuat, disamping makna-makna simbolis Jawa yang tetap dipertahankan. Namun jika kita amati, maka unsur bangunan Jawa lebih dominan disini. Tamansari dibangun pada masa Sultan Hamengkubowono 1 atau sekitar akhir abad XVII M.

Dahulu Istana Air ini bukan sekedar taman yang indah namun juga digunakan untuk tempat perlindungan. Saat musuh menyerang Kraton, Sultan dan keluarganya dapat menyelamatkan diri lewat jalan bawah tanah. Pada saat mereka sudah berada dalam keadaan yang aman, pintu air akan dibuka sehingga air akan mengaliri jalan tersebut dan menenggelamkan musuh-musuh yang mengejar.

Salah satu tempat di taman tersebut disebut Pulau Kenanga karena di halaman depan gedung tumbuh pohon Kenanga (Canangium Odoratum). Bunga Kenanga menyebarkan bau yang harum ke seluruh bagian taman.

Bangunan yang tinggi seperti kolam dibangun khusus untuk digunakan oleh Sultan dan keluarganya untuk mandi. Bangunan-bangunan yang telah direnovasi antara lain jalan bawah tanah menuju ke sebelah barat, benteng yang mengelilingi Kraton serta yang menuju selatan ke arah sebuah desa kecil yang disebut Krapyak.

Selain menikmati gedung-gedung kuno, wisatawan dapat juga mengunjungi banyak toko dan galeri seni di sepanjang gang/jalan kecil. Batik dapat ditemukan dengan mudah di toko-toko maupun galeri tersebut.
Dulu daerah ini merupakan tempat bagi para seniman Keraton.

Menurut cerita rakyat yang berkembang tentang riwayat Tamansari, bahwa pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono II, di daerah mancingan (pantai selatan),terdapat orang asing yang tidak diketahui asal usulnya. Oleh masyarakat, orang asing tersebut dibawa ke Kraton. Selanjutnya ia menjadi abdi dalem Sri Sultan.Setelah ditanya tentang asal usulnya, menurut pengakuannya berasal dari Portugis. Di negaranya ia bekerja sebagai tukang pembuat bangunan ataupun rumah. Dengan dasar keahliannya tersebut, kemudian Sri Sultan memberikan tugas kepadanya untuk membuat benteng Kraton, setelah berhasil ia diberi kedudukan sebagai demang, namanya Demang Tegis. Tugas selanjutnya adalah membuat bangunan Tamansari, disebelah barat daya Kraton.

Keberadaan asal usul bangunan Tamansari juga mendapat perhatian dari sarjana asing. Di antaranya adalah P.J.Venth dan Y.Groneman. Menurut P.J.Venth, kompleks Tamansari berdasar bentuk, seni hias, dan coraknya adalah Jawa. Bangunan tersebut didirikan atas perintah Sri Sultan Hamengkubuwono II. Berbeda dengan pendapat tersebut di atas, yaitu Y.Groneman dalam artikelnya menyatakan bahwa komplek Tamansari merupakan pesangrahan yang dibuat pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I, pada tahun Ehe 1684 Jawa atau 1758 Masehi. Pelaksana pembuatannya adalah tumenggung Mangundipuro di bantu oleh Lurah Dawelengi yang berasal dari Bugis. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan, Tumenggung Mangundipuro dua kali pergi ke Batavia, untuk mencari corak bangunan yang bergaya Eropa. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika bangunan-bangunan di Tamansari mempunyai corak yang akulturatif campuran gaya Jawa dan Eropa. Interpretasi Y.Groneman nampaknya mengacu pada naskah yang ada di Kraton Ngayogyakarta. Dalam Babat Momana maupun Serat Rerenggan Kraton disebutkan bahwa Pesanggrahan Tamansari didirikan atas perintah Sri Sultan Hamengkubuwono I.

Sumber : https://budaya.jogjaprov.go.id/artikel/detail/51-tamansari

 

Harga Tiket

  • Rp 5.000 (domestik)
  • Rp 15.000 (mancanegara)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *